Sabtu, 26 Maret 2011

Artikel ( Orang Yang Tertipu )

Orang yang Tertipu

(Oleh Firdaus)

I

mam al-Ghazali mengatakan ada manusia yang tertipu oleh keadaan, ilmu, dan amal yang dilakukannya. Mereka yang ter­tipu bukan hanya orang ‘abid (banyak ibadah), tetapi termasuk orang yang alim (berilmu).

Pertama, orang yang mempelajari ilmu agama dan ilmu lain, tetapi ia tidak mengamalkan ilmunya. Ilmu tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, menjauhkannya dari yang haram, dan mem­bentuknya berakhlak mulia. Ilmu yang dimiliki orang tersebut tidak berharga karena tidak membuahkan amalan yang baik.

Pemilik ilmu ini termasuk orang pertama dan paling berat men­dapat azab Allah di akhirat. Nabi bersabda, "Orang yang paling berat mendapat azab Allah adalah orang yang alim (berilmu), tetapi Allah tidak memberikan manfaat kepadanya melalui ilmu­nya, la salah seorang dari tiga golongan orang yang dikabarkan Nabi yang pertama rnerasakan azab api neraka." (AI-Hadits).

Kedua, orang yang banyak beribadah dan berupaya membe­ratkan diri melakukan amalan lahir, seperti memperbanyak shalat sunat dan puasa sunat. Namun, ia mengabaikan penelitian ter­hadap hati dan menyucikan hatinya dari berbagai penyakit batini­ah, seperti iri, dengki, riya, dan sombong.

Penyakit batiniah bukan hanya membuat amalnya tidak bernilai, tetapi juga merusak dirinya. Padahal, Islam ingin mewujudkan keseimbangan antara amalan lahir dan batin, ibadah yang banyak dan berkualitas serta kesucian hati. Nabi bersabda, "Sesungguh­nya Allah tidak melihat kepada bentuk rupamu dan harta yang kamu miliki, tetapi la melihat kepada hati dan amalmu (AI-Hadis).

Ketiga, orang yang beribadah kepada Allah dengan penuh ke­hati-hatian, tetapi sikapnya tersebut sampai pada batas rnenyu­litkan dirinya. Sikap hati-hati memang dianjurkan Islam, tetapi tidak boleh sampai menyulitkan. Sebab, Allah menginginkan ke­mudahan kepada umatnya dalam pelaksanaan Islam, seperti firman-Nya, "Allah menginginkan kemudahan kepadamu, dan la tidak menginginkan kesulitan terhadapmu." (QS 2: 185).

Kehati-hatian yang berlebihan tampak pada orang yang dihing­gapi rasa waswas oleh godaan setan ketika berwudhu. Orang itu berkumur-kumur berulang kali dan menggosok dengan keras ke­tika air wudhu mengenai kulitnya. Orang yang berwudhu seperti ini tertipu oleh amalnya karena Islam tidak menuntut seperti itu. Yang penting basuhan air wudhu cukup apabila telah membasahi anggota wudhu.

Alangkah baik kehati-hatian yang berlebihan ketika berwudhu dipakai dalam mencari rezeki halal. Dalam Islam mencari rezeki halal mempunyai kedudukan yang penting. Menggunakan rezeki halal untuk dikonsumsi turut menentukan keberkahan hidup Mus­lim. Dan, pengabulan doa hamba oleh Allah terkait erat dengan rezeki yang dikonsumsinya.

Nabi bersabda, "Seorang laki-laki yang telah jauh perjalanan­nya, berambut kusut, penuh dengan debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, 'Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku, sedangkan makanan, minurnan, dan pakaiannya ha­ram, serta dikenyangkan dengan barang haram, maka bagaimana akan dikabulkan permintaannya (doanya)." (HR Muslim).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 Face. All rights reserved.
Blogger Template by