Pentingnya Kejujuran
(Oleh : Dikdik Dahlan)
Pada awal kerasulannya, Muhammad SAW pernah bertanya kepada kaum Quraisy, “Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kukatakan bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda ? Percayakah kalian ?” Jawab mereka, “Ya, engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat kau berdusta.” (Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, hlm 121-122). Jawaban orang Quraisy itu disampaikan secara spontan karena yang bertanya adalah Muhammad bin Abdullah. Sosok yang selama ini mereka gelari dengan AI Amin, orang yang dipercaya.
Ada fenomena menarik dari penganugerahan gelar A1 Amin ini. Pertama, gelar AI Amin lahir dari mulut orang-orang Quraisy. Padahal, sejarah mencatat bahwa peradaban Quraisy saat itu dan jazirah Arab umumnya berada di tengah peradaban Jahiliyyah. Sebuah peradaban yang sudah tidak bisa lagi membedakan antara yang hak dan bathil, antara yang halal dan haram. Sebuah peradaban yang sudah sangat rusak dan bobrok.
Namun, kejujuran Muhammad bin Abdullah tidak luntur oleh peradaban di sekelilingnya. Justru orang-orang yang hidup di peradaban Jahiliyah itu (Quraisy) secara sukarela memberikan penghargaan kepada kejujuran Muhammad dengan menggelarinya Al Amin. Hikmah pertama dari gelar ini, sepertinya Allah ingin memberikan pelajaran bahwa kejujuran adalah sebilah mata uang yang tidak saja akan senantiasa berlaku. Tetapi, juga akan selalu berharga di mana pun dan kapan pun, sekalipun di tengah peradaban yang carut-marut.
Kedua, gelar AI Amin ini telah diberikan oleh orang-orang Quraisy jauh sebelum rnasa kerasulannya, kira-kira pada usia 15-20 tahun. Penganugerahan gelar AI Amin yang sudah melekat jauh sebelum Muhammad diangkat sebagai Rasul ini mengandung pelajaran bahwa kejujuran adalah modal awal sekaligus modal sebaik-baiknya untuk menempuh kehidupan. Baik dalam kedudukan Muhammad selaku hamba Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi, tidak terkecuali dalam menjalankan amanah kepemimpinan di hadapan sesama umat manusia.
Lawan dari kejujuran adalah perilaku dusta. Mengenai hal ini Rasulullah berpesan, “Hendaklah kamu sekalian menjaga diri dari berperilaku dusta. Sesungguhnya dusta akan selalu membawa kepada kejahatan, dan sesungguhnya setiap kejahatan akan menyeret pelakunya ke dalam neraka.”
Dusta berpotensi membawa pelakunya untuk berbuatjahat. Seorang pencuri, ketika ia mencuri pada dasarnya ia sedang tidak jujur kepada dirinya sendiri, karena barang yang ia ambil bukan miliknya.
Orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat, zakat, dan berbagai syariat lainnya, pada dasarnya orang itu sedang tidak jujur pada dirinya sendiri. la telah mengingkari jati dirinya sebagai seorang khalifah maupun hamba Allah. Alhasil, orang mukmin sudah seharusnyalah menegakkan kejujuran, di mana pun dan kapan pun. Jujur pada diri sendiri dan orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar